KABARSULA.COM – Kepala Desa (Kades) Soamole, Kecamatan Sulabesi Tengah, Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul), Salem Umagapit, angkat bicara terkait dengan dugaan menghambat pekerjaan di lahan pribadi milik Lucia Adam yang berada di desa tersebut.
Salem menjelaskan, sebelum peristiwa ini terjadi, awalnya ia sudah pernah bertemu dengan orang terpercayanya Lucia Adam yang berada di lokasi pekerjaan. Kalau untuk pembangunan pagar dilokasi tersebut, silahkan saja mereka bangun, karena itu adalah lokasi mereka.
“Jadi waktu itu saya juga minta kepada pemilik lahan (Lucia Adam, red) jangan buat pintu masuk di sebelah selatan dan kalau boleh pintu masuk itu tetap ada pada posisi itu dan mungkin saja bisa dikasih lebar sedikit sehingga orang lain bisa keluar masuk karena didalam itu ada banyak kuburan juga. Jadi, kuburan itu memang sampai saat ini kita tau bahwa masih ada,” Kata Salem, Rabu (24/1/2024).
Selanjutnya, kata Salem, persoalan material yang diambil itu saya juga sudah pernah ketemu orang kepercayaan pemilik lahan itu di lokasi pekerjaan, saya cek apa yang dikerjakan didalam sini, bangunan apa yang dibangun atau kegiatan apa yang dilakukan. Ternyata mereka kumpulkan batu mangga.
“Proses batu mangga itu sampai berjalan, saya sampaikan ke anak kerja itu bahwa kalau boleh nanti ibu Lucia, selaku pemilik lahan ini nanti ketemu dengan saya, tapi yang datang itu salah seorang yang saya juga tidak mengenalnya, katanya dia dari desa Fagudu. Saya juga meminta kalau boleh sertifikatnya dibawa untuk saya cek karena menurut informasi lahan itu dijual dan benar setelah saya mengecek kembali ternyata terakhir dijual oleh Pak Saleh,” jelasnya.
Tidak hanya itu, ia juga menyampaikan bahwa kalau material yang mereka ambil itu bisa juga mempekerjakan anak-anak kampung. Setelah mereka datang yang kedua kali ke saya dan mereka sampaikan bahwa batu mangga ini diangkat secara manual menggunakan keranjang dan ketika saya cek lagi ke lokasi pekerjaan tersebut ternyata benar diangkat menggunakan keranjang.
Kemudian, dia juga bertanya kepada mereka, berapa harga batu mangga yang diangkat, mereka bilang kalau diangkat sendiri kemudian dipecahkan sendiri sampai ke Damtruk itu harganya Rp 300 ribu. Kalau memang begitu bagaimana kalau saya punya masyarakat yang mengangkat batu mangga dan mereka yang pecahkan, mereka bilang itu lebih bagus lagi agar supaya mereka juga ada punya pekerjaan disana.
“Tapi sampai saat ini belum ada yang datang ketemu saya untuk menyampaikan hal ini, setelah dicek oleh masyarakat setempat ternyata semua bentuk jenis material yang mereka ambil itu menggunakan alat berat excavator,” ujarnya.
Salem juga menyampaikan bahwa, yang mereka kelola itu bibir pantai, kalau lahan inikan di bagian darat saja. Memang proses kegiatan itu semuanya di lahan tersebut tapi material yang mereka ambil ini bukan di lahan itu. Selain itu, mereka juga menyampaikan kepada saya bahwa materialnya itu separuh diambil dari desa Bega, tapi sampai proses kegiatan itu berjalan ternyata bukan atas persetujuan dengan saya.
“Jadi sampai saat inikan belum ada nilai tukar dengan saya, itu tidak ada sama sekali. Kira-kira nanti saya menyampaikan ke masyarakat bagaimana, karena saya menunggu informasi lanjutan terkait harga batu mangga tersebut. Ternyata di tanggal 23 kemarin semua yang ada disitu sudah hancur karena mereka menggunakan alat berat jadi saya cegah ini karena mereka ambil semua material itu di bibir pantai itu, bukan di dalam lahan mereka,” tambah Kades.
Sementara itu, Agun Umamit, yang juga seorang praktisi hukum asal desa Soamole, mengatakan bahwa pemerintah desa bersama warga masyarakat desa Soamole ini menahan aktivitas pekerjaan itu karena yang dilakukan oleh diduga penambangan liar ini bahwa ada batas-batas alam yang kemudian harus kita ketahui bersama bahwa pihak yang diduga melakukan penambangan liar ini memiliki sertifikat tanah.
“Perlu diketahui bahwa batas alam yang kemudian itu merupakan potensi dari desa yang sampai saat ini diambil oleh pihak mereka itu tidak ada persetujuan dari pihak desa sehingga hal ini menjadi suatu persoalan yang kemudian bagi kami warga masyarakat desa Soamole merasa sangat dirugikan karena selain dari pengambilan itu telah merusak pesisir pantai yang kemudian sudah diatur didalam Undang-undang (UU) nomor 27 tahun 2007 atas perubahan UU nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil,” kata Praktisi hukum, Agun Umamit.
Menurut dia, dengan dasar itu sebagai acuan UU bahwa apa yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait adalah satu pelanggaran hukum. Makanya, terkait hal itu kami sebagai warga masyarakat menahan proses pekerjaan itu bukan berarti menghambat.
“Waktu saya menahan kegiatan tersebut, saya pun menanyakan kepada mereka terkait dengan izin Amdalnya, karena suatu bentuk galian yang kemudian menggunakan alat berat itu harus ada izin Amdal, mereka menjawab tidak ada. Kemudian kita juga tanyakan PT-nya, katanya PT tidak ada, Karena proses pekerjaan ini dalam bentuk mesin atau alat,” tegasnya.
Saat ini kami sudah diadukan ke pihak Polres Kepulauan Sula, maka kami secara pemerintahan desa maupun masyarakat desa Soamole hari ini kami menuntut agar kiranya kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait agar segera dihentikan. Kemarin kita juga sudah mengajak mereka untuk bernegosiasi yang baik, kami juga sudah menelepon pemilik lahan yakni ibu Lucia untuk bagaimana kita bicarakan baik-baik tapi ternyata setelah jam 2 itu ada surat pengaduan yang dilayangkan oleh kepolisian kepada Kepala desa Soamole. Kami menganggap bahwa pengaduan yang dilaporkan oleh pihak terkait adalah suatu bentuk ancaman yang kemudian warga masyarakat desa Soamole merasakan saat ini.
“Jadi itu tuntutan kami bahwa untuk sementara kegiatan itu dihentikan dan kami akan mengambil langkah-langkah hukum sesuai dengan prosedur dan UU yang berlaku. Apabila pada saat apa yang sudah saya sampaikan ini apabila dikemudian hari dilakukan aktivitas oleh para pihak-pihak terkait maka kami sangat mengharapkan agar kiranya menghargai apa yang kemudian menjadi suatu tuntutan masyarakat,” tegasnya.
Agun bilang, kalau hal itu tidak diindahkan berati itu tidak menghargai unsur pemerintahan desa dan warga masyarakat desa Soamole. Jadi yang kami permasalahkan ini adalah pengambilan material dan tidak memiliki izin serta merugikan warga masyarakat desa Soamole terkait dengan pengambilan potensi desa yang sudah dijual sampai saat ini kami tidak tahu berapa yang sudah dijual.
Sebagai praktisi hukum, saya telusuri kemudian saya sampaikan kalau memang tidak ada izin Amdal berati harus dihentikan karena sesuai dengan prosedur apalagi terkait dengan bibir pantai inikan dilindungi oleh negara. Jadi terpisah dengan itu, sertifikat tanah inikan beda lagi, karena sertifikat inikan bentuknya tanah tetapi didalam batas alam itukan bentuknya pasir berati tidak bisa dihitung bersama dengan sertifikat.
“Jadi kalau terkait dengan aduan mereka ke pihak kepolisian itu, menurut saya itu adalah suatu kekeliruan yang kemudian salah menafsirkan pelanggaran-pelanggaran hukum, karena tidak ada unsur-unsur pidana yang kemudian melibatkan terkait dengan pelaporan tersebut,” pungkasnya. (Red)