KABARSULA.COM – Front Bumi Loko kembali menggelar aksi kampanye di Kota Ternate, Maluku Utara (Malut). Aksi ini merupakan bagian dari gerakan penolakan terhadap 10 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Pulau Mangoli, Kabupaten Kepulauan Sula.
Sebelumnya, pada tanggal 31 Agustus 2023, Front Bumi Loko telah menggelar aksi serupa di Kota Sanana, Kepulauan Sula. Aksi tersebut bertujuan untuk menggalang dukungan dan kesadaran masyarakat terkait bahaya potensial yang disebabkan oleh rencana aktivitas pertambangan di Pulau Mangoli.
Koordinator aksi, Rinaldi Gamkonora, menyatakan bahwa proses perampasan ruang hidup dan kerusakan lingkungan semakin meningkat akibat aktivitas pertambangan di Provinsi Maluku Utara. Ia mengungkapkan kekecewaannya karena pemerintah belum berhasil menyelesaikan masalah ini, terutama di beberapa wilayah di Pulau Halmahera. Namun, sebaliknya, pemerintah provinsi Maluku Utara justru memperpanjang proses perampasan ruang hidup dan kerusakan lingkungan dengan memberikan 10 Izin Usaha Pertambangan di Pulau Mangoli, Kepulauan Sula.
“Pulau Mangoli yang merupakan bagian dari Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara, dengan luas wilayah hanya 2.248.586 KM², akan dihadiri oleh 10 IUP yang siap beroperasi di Pulau Mangoli dengan luas wilayah 83.635,94 hektar,” ungkap Rinaldi melalui rilis tertulis, Kamis (28/9/2023).
Menurut Rinaldi, Pulau Mangoli, yang sudah masuk dalam lingkaran merah area pertambangan, akan menjadi ancaman bagi masyarakat setempat. PT. Indomineral Utama Sejahtera diketahui telah melakukan survei dan memasang patok di kebun warga Desa Kou Kecamatan Mangoli Timur tanpa sepengetahuan pemilik kebun dan pemerintah Desa. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui titik-titik yang akan digarap oleh perusahaan tersebut.
“Desa Kou, yang mayoritas penduduknya adalah petani kelapa, cengkeh, kakao, dan pala, akan menjadi korban utama jika aktivitas pertambangan berlanjut. Kebun yang menjadi sumber kehidupan dan pendapatan untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka akan terancam musnah,”tuturnya.
Selain itu, kata Rinaldi, Pulau Mangoli juga sering mengalami banjir ketika turun hujan, bahkan tanpa adanya aktivitas pertambangan. Beberapa desa, termasuk Desa Kou, juga sering mengalami banjir yang merendam rumah-rumah warga dan menghanyutkan pohon kelapa serta tanaman lainnya. Hal ini diduga sebagai akibat dari aktivitas PT. Barito Pasifik Timber Grup yang beroperasi pada tahun 1980-an.
“Selain banjir, aktivitas pertambangan juga dapat menyebabkan penurunan produktivitas lahan, erosi, sedimentasi, pergerakan tanah atau longsor, gangguan terhadap hewan, tumbuhan, dan kesehatan masyarakat. Selain itu, dampaknya juga berpengaruh pada krisis perubahan iklim dan pemanasan global,” katanya.
Oleh karena itu, Front Bumi Loko yang tergabung dalam aksi ini melakukan kampanye dan meminta kepada Gubernur Maluku Utara, Dinas Kehutanan, dan instansi terkait untuk mencabut 10 IUP di Pulau Mangoli dan PT. Indomineral di Desa Kou Kecamatan Mangoli Timur.
Pihaknya juga mengharapkan perlindungan terhadap Pulau Mangoli dari ancaman tambang serta meminta Dinas Kehutanan untuk tidak memberikan izin kepada segala bentuk pertambangan di Pulau Mangoli. Selain itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral diminta untuk segera mengevaluasi 10 IUP di Pulau Mangoli, Kepulauan Sula. (Red)