KABARSULA.COM — Praktik dugaan kejahatan demokrasi kembali terjadi di Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara. Kali ini, sejumlah aparat desa dan kader Posyandu serta Posbindu di Desa Man-Gega, Kecamatan Sanana Utara, diberhentikan dari jabatannya.
Pemberhentian ini diduga karena mereka menolak mengikuti arahan Kepala Desa Man-Gega untuk mendukung pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 2, Fifian Adenigsi Mus dan Hi. Saleh Marasabessy (FAM-SAH), dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Aparat desa dan kader yang diberhentikan antara lain Darwis Buamona (Ketua RT 2), Yusman Ladima (Ketua RW 1), Nurhadia Duwila (Kader Posbindu), Tati Sibela (Kader Posbindu), Muhsidin Silayar (Kasi Pemerintahan), Murni Teapon (Kader Posyandu), Rajab Usia (Kadus 3), dan Nasbia Gailea (Kader Posyandu).
Surat Keputusan (SK) pemberhentian tertanggal 7 Oktober 2024 itu dengan tebusan ke sejumlah pejabat penting, termasuk Bupati Kepulauan Sula, Kepala BPMPD, dan Kepala Kantor Kecamatan Sanana Utara.
Anehnya, dalam SK tersebut tidak tercantum Pjs Bupati Wa Zaharia yang saat ini menjabat, mengingat Bupati definitif, Fifian Adenigsi Mus sedang cuti kampanye sejak 25 September 2024.
Baca Juga: Cuti Kampanye, Calon Bupati Petahana Diduga Masih Menduduki Isda
Salah satu aparat yang diberhentikan, Darwis Buamona, Selasa (8/10/2024) mengungkapkan bahwa dirinya dan sejumlah rekannya diberhentikan karena menolak mengikuti arahan politik dari Kepala Desa untuk mendukung paslon nomor urut 2.
“Kepala Desa punya arahan itu di nomor urut 2, tapi katong (kami,red) tidak mau. Katong lebih memilih nomor urut 3 karena ingin memilih orang baru,” kata Darwis.
Ia juga menjelaskan, arahan ini diberikan secara individu di ruangan kepala desa.
“Katong (kami,red) dipanggil satu per satu dan disuruh bekerja sama untuk memperkuat nomor urut 2. Kalau sampai nomor urut 2 tidak terpilih, katong akan diberhentikan,” jelasnya.
Darwis menduga pemberhentian ini berkaitan dengan sikap politiknya dan beberapa aparat lain yang tidak sejalan dengan keinginan kepala desa.
“Surat pemberhentian keluar tiba-tiba pada Senin, 7 Oktober 2024, sore, dan dong (mereka,red) beralasan bahwa sudah waktunya katong diberhentikan. Namun, anehnya, kenapa tidak dari jauh-jauh hari sebelum momentum politik? Kenapa pada saat momentum ini baru katong diberhentikan?,” tambahnya.
Darwis mengaku, ia dan keluarganya sempat mengikuti arahan kepala desa, namun tidak bisa memastikan pilihan keluarganya di bilik suara.
“Saya sudah bilang kepada istri dan anak-anak saya untuk pilih nomor urut 2, tapi di dalam bilik suara kan masing-masing punya pilihan,” ungkapnya.
Kejadian pemecatan serentak delapan orang ini, menurut Darwis, sangat janggal dan terkait dengan dinamika politik yang tengah berlangsung.
“Kemarin saat paslon nomor urut 3, Hendrata Thes dan Muhammad Natsir Sangadji kampanye di sini, kami jauh dari tenti. Namun, setelah itu, katong langsung diberhentikan,” pungkasnya.
Sementara, Kepala desa Man-Gega, Abd. Hamid Teapon, hingga berita ini diturunkan belum dapat dikonfirmasi, terkait dengan pemberhentian sejumlah aparat desa dan ibu-ibu kader Posyandu serta Posbindu. (Red)