Oleh : Mohtar Umasugi
Dalam Pilkada Kepulauan Sula 2024, dinamika politik diwarnai oleh ketegangan dan perubahan aliansi yang mencerminkan pergeseran kepentingan dan kesetiaan politik, seolah-olah “cinta terkoyak” di antara pihak-pihak yang dulu mungkin satu kubu, kini terpisah oleh strategi dan pilihan yang berbeda. Istilah ini bisa merujuk pada perseteruan antara tokoh-tokoh lokal, konflik kepentingan dalam koalisi partai, atau gesekan antarpendukung yang terjadi akibat perubahan arah politik dari tokoh yang semula didukung.
Ketegangan dalam Pilkada sering kali didorong oleh beberapa faktor:
Baca Juga : Dua Tahun Kepemimpinan FAM-SAH, Wacana Pembentukan DOB Mangoli Raya Masih Tanda Tanya
- Persaingan Antar-Calon dan Blok Pendukung: Dengan meningkatnya kepentingan masing-masing pasangan calon (Paslon) untuk menang, beberapa partai politik dan tokoh masyarakat lokal mungkin mengalami perpecahan internal. Hal ini terutama terlihat dalam dinamika kepulauan yang memiliki jaringan patron-klien kuat, di mana dukungan sering didasarkan pada hubungan personal atau manfaat langsung daripada garis ideologis.
- Tawaran Politik Gagasan vs. Politik Uang: Dinamika “cinta terkoyak” ini juga dapat berhubungan dengan munculnya pilihan antara pendekatan politik berbasis gagasan versus pragmatisme politik. Beberapa Paslon menawarkan visi perubahan dan pembangunan jangka panjang, yang mungkin lebih menarik bagi pemilih yang menginginkan pemimpin visioner. Namun, pemilih lainnya mungkin lebih terpengaruh oleh tawaran langsung, seperti bantuan ekonomi jangka pendek atau janji peningkatan kesejahteraan melalui program-program populis.
- Peran Tokoh Visioner dan Pengaruhnya di Lapangan: Jika ada kandidat yang dianggap lebih visioner, dengan visi pembangunan yang jelas untuk Sula, mereka mungkin akan menarik lebih banyak dukungan dari kalangan pemuda atau pemilih yang berpikir ke depan. Namun, bagi pemilih yang lebih mengutamakan stabilitas atau kepentingan yang sudah berlangsung lama, calon ini bisa dilihat sebagai ancaman terhadap tatanan lama. Inilah yang bisa menimbulkan konflik dan perpecahan dukungan, seolah “cinta” terhadap calon tertentu “terkoyak” oleh gagasan baru.
- Dinamika Koalisi dan Manuver Politik: Pilkada juga menjadi ajang di mana partai-partai dan tokoh lokal melakukan manuver politik, termasuk perubahan arah dukungan. Koalisi yang awalnya tampak solid bisa terkoyak ketika ada peluang atau janji politik yang dianggap lebih menguntungkan. Hal ini menimbulkan konflik kepentingan dan perubahan arah politik yang drastis.
- Tekanan Sosial dan Keluarga: Di daerah dengan hubungan sosial yang erat seperti Kepulauan Sula, dukungan politik juga sering bersifat personal. Perpecahan dukungan dapat memengaruhi hubungan keluarga dan sosial, mengakibatkan konflik personal yang lebih dalam. Fenomena ini menciptakan ketegangan yang lebih kompleks, seolah-olah perpecahan dukungan bukan hanya soal pilihan politik, tetapi juga “koyaknya” ikatan-ikatan sosial yang selama ini terbina.
Secara keseluruhan, dinamika Pilkada Kepulauan Sula mencerminkan keragaman strategi dan prioritas, di mana beberapa pihak lebih tertarik pada visi pembangunan jangka panjang, sementara pihak lain mengutamakan kepentingan politik pragmatis dan stabilitas jangka pendek. Ini bisa jadi pertarungan antara mereka yang menginginkan perubahan besar dan mereka yang merasa nyaman dengan status quo.
Fagudu, 9 November 2024
Penulis Adalah Akademisi STAI Babussalam Sula, Maluku Utara